Agama Besar Bukan karena Rumah Ibadahnya Megah

UNIKAMA – Kebencian atas nama agama, seharusnya tidak mendapatkan tempat di mana pun. Lantaran, agama sejatinya mengajarkan perdamaian. Kira-kira seperti itulah kesimpulan dari dialog kebangsaan yang diselenggarakan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Kanjuruhan Malang (Unikama) kemarin di aula Sarwakirti.

Ada empat narasumber yang semuanya menekankan pentingnya nilai-nilai kebangsaan dalam menangkal radikalisme. Para narasumber itu adalah Dr. Bambang Noorsena, SH, MA, (pendiri Institute for Syriac Christian Studies), Bante Kanthidaro Mahatera (pendiri Vihara Dramadipa Arama), Prof. Dr. Abdul Haris, Mag, (rektor UIN Malik Ibrahim Malang), dan Dr. Didit Hadi Barianto (Perwakilan jemaat Ahmadiyah Indonesia).

Didit menjelaskan, radika­lisme jangan sampai menghancurkan NKRI. Lantaran, sejatinya semua agama itu sama, yakni memiliki kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. “Agama itu ada untuk menciptakan perdamaian terlebih dahulu, baru memunculkan peradaban,” katanya.

Dia kemudian mencontohkan Nabi Muhammad SAW. yang pernah menyuapi orang Yahudi yang buta dan sangat membencinya. Setelah Nabi wafat, sang Yahudi akhirnya menyesal ketika tahu yang menyuapinya adalah Rasulullah. “Peradaban Islam besar bukan karena masjidnya yang megah, tapi karena Rasulullah menyampaikan Islam dengan cara yang halus,” kata Didit.

Sementara itu, Rektor Uni­kama Dr. Pieter Sahertian, M.Si, menerangkan, tujuan dari kegiatan ini juga untuk menggugah generasi muda agar mereka lebih menghayati nilai-nilai kepahlawanan yang sudah diwariskan sejak dulu. “Boleh saja masyarakat membawa nilai-nilai lokal. Namun, ketika terintegrasi dengan nilai-nilai gene­ral, mereka harus bisa menyesuaikan dan mengadaptasi diri,” kata Pieter. (erem)