Hari Ketiga Webinar BK, Dosen Unikama Kenalkan Konsep Konseling Postmodern

Unikama – Memasuki hari ketiga Webinar yang diadakan oleh Universitas PGRI Kanjuruhan Malang (Unikama) untuk meningkatkan kompetensi guru Bimbingan dan Konseling (BK), Kamis (29/04/2021) diisi oleh Dosen BK Unikama sendiri yakni Imam Arifuddin, M.Pd yang akan membahas tentang Konseling Naratif. Hal ini dikarenakan guru BK di Indonesia suka sekali melakukan konseling yang cepat dan praktis, jadi satu kali sesi bisa terselesaikan.

“Konseling naratif ini tidak berfokus untuk menggali suatu permasalahan, akan tetapi lebih ke pencarian solusi. Oleh karena itu, saat ini yang akan dibahas adalah Konseling Naratif untuk mengatasi Public Speaking Apprehension (PSA),” ungkapnya.

PSA sendiri merupakan kecemasan, ketakutan bahkan stress yang dialami individu saat berada di depan umum. Menurut Verderber & Verderber (2011) Public Speaking memiliki 3 level yakni Anticipation Reaction,Confrontation Reaction dan adaptation reation. Jadi, saat mendengar kata worry, fear, bahkan stress itu selalu skemanya negatif. Padahal, belum tentu sebenarnya memang ada dan normal dimiliki manusia. Semua emosi memang diciptakan oleh Tuhan sebagai bentuk mekanisme pertahan psikologis masing-masing individu terhadap suatu hal yang mengancam.

“Hal tersebut akan menjadi negatif, saat masuk ke level kedua yaitu Confrontation Reaction dalam level ini individu akan merasa berdebar lompatan emosinya akan semakin menjadi-jadi. Setelah itu memasuki level adaptation reaction dimana individu yang normal akan bisa beradaptasi dengan suasana yang ada. Jadi, saat akan melakukan public speaking ia akan lebih tenang dan bisa mengontrol lompatan emosi tersebut, ini merupakan hal normal. Tetapi sebaliknya, jika tidak normal maka akan semakin berdebar, bisa saja mengalami tremor. Inilah ciri-ciri individu yang memiliki gejala PSA,” ujarnya.

PSA ini memiliki dampak yang negatif seperti prestasi akademik yang menurun, kurangnya motivasi siswa untuk berprestasi, serta bisa menimbulkan gangguan psikologis, ini bisa menjadi sangat berbahaya bagi individu.
Sedangkan, hubungan PSA dan Konseling Naratif ada 3 yang pertama membantu individu memisahkan identitas permasalahannya (Eksternalisasi), kedua memfokuskan perhatian individu pada upaya perubahan situasi (Dekonstruksi), dan yang ketiga Kunci utama dalam proses konseling naratif adalah hubungan timbal balik yang baik antara konseli dan konselor (Pembentukan Hubungan).

Ada perbedaan konsep dalam prosedur Konseling Naratif, ada konseling individu dan juga kelompok. “Konsep individu memang sering dilakukan oleh para guru dan tahapannya juga sudah seperti biasa, untuk versi kelompok ini ada 2 macam Homogen dan Heterogen. Penggunaannya tergantung dari tujuan Bapak/Ibu guru melakukan konseling. Kalau tujuannya agar ada sisi prespentif bisa menggunakan konsep heterogen karena ketika individu itu melakukan konseling dan melihat temannya melakukan konseling tertentu, maka individu lain akan belajar bagaimana cara menangani permasalahan dari sudut pandang masalah tersebut. Jika dilihat dari segi efisiensi waktu sangat jelas konseling heterogen ini sangat lama,” paparnya.

Konseling homogen sendiri sudah jelas lebih efisiensi dari segi waktu tetapi dari segi prespentif tidak bisa terjadi.

Jadi, Konseling naratif ini merupakan suatu konseling postmodern yang memiliki aliran konstruktif atau ada urutannya dimana seorang konselor menanyakan problem yang sedang dialami oleh siswanya/konseli, kemudian meyakinkan serta menyadarkan konseli bahwa kondisi tersebut lebih kepada kondisi yang berasal dari faktor lain. Setelah itu, konselor membantu konseli mengubah narasi ke yang lebih positif sehingga konseli lebih percaya diri. Apabila itu semua sudah selesai, konselor akan follow up dan mengakhiri sebuah konseling naratif.