Miniatur Indonesia Hadir di Dies Natalis Unikama

UNIKAMA – Belasan mahasiswa asal Atambua, menari dengan gerakan yang lembut dan seirama. Mengenakan busana khas Atambua, mereka melempar senyum sembari menawarkan sekotak sirih kepada para tamu.

Tarian itu dinamakan Bidu, biasanya disuguhkan sebagai ucapan selamat datang dan aneka upacara adat lainnya.

Suasana semakin meriah ketika para penari yang merupakan mahasiswa Universitas Kanjuruhan Malang, menari Tebe. Tarian ini memiliki gerakan yang rancak dan semangat.

Tebe ditarikan​ sebagai bentuk suka cita. Semua orang boleh menari Tebe, dengan gerakan melingkar.

Bahkan, salah satu peneliti asal Oregon State University, Amerika Serikat, Chris Foertsch, juga diajak menari dan larut dalam setiap gerakan.

“Bidu itu tarian khas, selamat datang dan semua upacara diawali dengan tari Bidu,” kata salah satu anggota organisasi daerah (orda) Ikatan Keluarga Besar Belu Malang (IKBBM), Yuvenalis Nusrinto Marosviq Lan, kemarin.

Tidak hanya itu, ada lagi penampilan dari Pahar Karamigi, persatuan mahasiwa Dayak Kandayan, Kalimantan Barat.

Mereka membawakan tarian Barakolang yang mencerminkan aktivitas suku Dayak dalam mengolah beras. Mulai dari memanen, menumbuk hingga menampi dan mengubah menjadi​ makanan khas Dayak, tumpi atau kue cucur.

Saat menari, para mahasiswa Unikama asal Dayak itu diiringi dengan musik khas mereka. Ada yang memainkan sapek, musik petik macam kecapi dan entebong, seperti kendang.

Orda Maumere juga mampu memukau penonton dengan menyajikan tarian Tuaretalau, gerakan yang mencerminkan ketangkasan kepala dan tangan.

Tarian ini sebagai bentuk euforia terhadap kemenangan perang. Pelajaran hidup yang bisa diambil dalam tarian ini, meraih sebuah tujuan.

Tidak hanya menari, para mahasiswa itu juga bermain rangku alo, mainan tradisional yang menggunakan empat bilah bambu.

Ada satu aksi mendebarkan, salah satu penari menunjukkan kebolehannya beraksi di atas sebuah bambu yang menjulang tinggi. Mahasiwa itu menari dengan posisi tengkurap, sementara di bawahnya empat laki-laki lainnya memegangi bambu. Uniknya, permainan dilakukan tanpa alat pengaman.

Penampilan dari puluhan suku di Indonesia itu dibawakan oleh mahasiswa yang tergabung dalam orda. Setidaknya ada 20 orda yang menunjukkan kesenian mereka dalam Dies Natalis ke 42 Unikama. (TI)