Di era revolusi industri 4.0 pendidikan tinggi dituntut untuk membekali kecakapan diberbagai bidang baik secara hard skill maupun soft skill. Salah satu bentuk kecakapan itu bisa dalam bentuk matakuliah. Minggu, (17/11) mahasiswa Universitas Kanjuruhan Malang (Unikama) yang menempuh Matakuliah Jatidiri Kanjuruhan mengadakan Out Learning Class yang dikemas dalam Live In Gereja Katolik Santo Yohanes Pemandi Janti Kota Malang.
Matakuliah yang dibina Romadhon, S.Pd., M.Pd. ini memberikan suasana lebih humanis. “Kegiatan ini bagian dari tatap muka, agar mahasiswa lebih mudah memahami materi, maka saya kemas Live In. Karena matakuliah ini salah satu komponen yg dibahas soal multikulturalisme dan pluralisme, sehingga kita perlu membangun paradigma inklusif dalam keberagamaan kita, keberagaman itu merupakan keniscayaan yang perlu perawatan,” tutur Pria asal Sampang.
Kegiatan yang diikuti enam kelas ini dimulai pukul 08.00 WIB melalui observasi-partisipatif selama umat Katolik melaksanakan Misa Ekaristi. Mereka akan menyaksikan ibadah dari dalam gereja, wawancara dan mengambil gambar. “Karena ini bagian dari penugasan pembuatan video dokumenter tentang kehidupan pluralisme disekitar kita,” imbuhnya.
Dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (Prodi PGSD) ini berharap, tak hanya Gereja, tempat ibadah lainnya pun akan dilakukan hal serupa. Karena Indonesia terlalu indah dalam perbedaan, untuk itu tugas kita adalah merawat keindahan itu sendiri.
Usai ibadah, mereka melanjutkan dialog interaktif bersama Romo Alfonsus Krismiyanto, Pr yang dipandu oleh Engelbertus Kukuh W. yang juga Kepala Lab. IPS Unikama. Dalam sesi ini, Romo Kris memaparkan tentang Gereja Katolik mulai struktur nasional (KWI), Keuskupan dan Paroki sampai 11 lingkungan Katolikan. Konsep Tri Tunggal dalam Katolik menjadi pembuka dialog. “Allah Bapa, Allah Putra, Allah Roh Kudus,” papar Romo Kris asal Jogjakarta.
Semantara, antusiasme mahasiswa terlihat dalam sesi dialog yang sangat memukau berbagai pertanyaan. Mulai masalah Tata Ekaristi, Romo Tidak berkeluarga, Keuskupan, hingga keimanan dalam perspektif Katolik. Hal serupa diungkapkan Engelbertus Kukuh, antusiasme mahasiswa sangat tinggi, mencari menemukan irisan sosial, ini bukti keberagaman dalam memahami nilai-nilai pluralism. Ditataran mahasiswa hal ini menjadi kunci dalam merawat perbedaan, dan memperjumpakan persamaan.
Tak lupa, Romo pun menyampaikan terima kasih pada kampus atas inisiasi kegiatan ini yang sangat inspiratif guna membangun kebersamaan dalam keberagaman. “Kedepan kegiatan ini perlu dirawat, bahkan setiap semester ada kegiatan serupa agar mahasiswa mampu beradaptasi dalam lingkungan yang plural,” harap Romo mengakhiri dialognya.
No related posts.