UNIKAMA – Ada sosok istimewa yang hadir dalam agenda Simposium Nasional & Call For Paper di Auditorium Multikultural Universitas Kanjuruhan Malang (Unikama) kemarin (10/3). Dia adalah Prof. Dr. Mohammad Mahfud, MD, tokoh nasional yang pernah memegang jabatan di pemerintahan dan lembaga tinggi Negara.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu hadir sebagai pembicara dalam simposium yang digelar Fakultas Hukum (FH) Unikama. Dalam forum itu, Mahfud banyak berbicara tentang bagaimana sejarah hukum di Indonesia.
“Hukum di Indonesia itu adalah hukum mengusir penjajah. Ketika Hiroshima dan Nagasaki hancur karena bom sekutu, maka pemuda mendesak lr. Soekarno segera mengumandangkan kemerdekaan sebagai tanda mengusir penjajah,” kata pria yang pernah menjabat Menteri Pertahanan pada era kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid itu.
Dari situlah, konstitusi mulai muncul. “Makanya kenapa saya bilang hukum di Indonesia ini untuk meĀngusir penjajah. Kita beda dengan deklarasi seperti Amerika. Kita proklamasi yang berusaha merebut tanah air dari penjajah,” tutur Mahfud.
Kemudian, Mahfud juga menghubungkannya dengan pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Demokrasi, dia menyatakan, merupakan pengambilan keputusan berdasarkan kekuatan dukungan.
“Di Indonesia, politik negaranya itu demokrasi. Sementara yuridisnya adalah negara hukum. Demokrasi tanpa hukum itu liar. Plato sudah menyatakan bahwa demokrasi itu jelek karena rakyat yang gak tahu apa-apa disuruh menentukan pemimpin, menentukan haluan negara. Maka akibatnya muncul demokrasi jual beli,” jelas dia.
Kondisi seperti itu saat ini telah terjadi di tanah air. Yakni, adanya peraturan-peraturan yang berbenturan satu sama lain. Baik vertikal maupun horizontal. “Misalnya vertikal, ada peraturan daerah (perda) yang bertentangan dengan Undang-Undang,” kata guru besar Hukum Tata Negara dari Universitas Islam Indonesia (UII) Jogjakarta ini. Karena itulah, dia berharap simposium ini bisa memberikan kontribusi untuk upaya rekonstruksi perundang-undangan di tanah air. Agar jangan sampai ke depan terjadi saling tindih antara peraturan perundang-undangan yang ada.
Harapan yang sama juga disuarakan Rektor Unikama Dr. Pieter Sahertian, M.Si, dia menyatakan bahwa simposium digelar sebagai wujud keprihatinan terhadap kondisi perundang-undangan di tanah air.
“Maka dari itu perlu adanya keselarasan lagi secara horizontal maupun vertikal. Harapan kami, kajian ini menghasilkan sebuah resume yang bisa disampaikan kepada legislatif,” ungkapnya.
Sebagai informasi tambahan, pada simposium nasionai ini, ada 52 pemakalah dari 33 perguruan tinggi di 11 provinsi yang dilibatkan. Selain itu, ada tiga perwakilan dari luar perguruan tinggi. Yakni, MK, Pusdiklat Pajak, dan Kementerian Keuangan.
Sementara itu, sebagai pembicaranya, simposium tak hanya menghadirkan Mahfud MD. Tapi, ada pula Dekan FH UMM Dr. Sulardi, SH, M.Si, serta Kepala Lab. FH dan Ketua LKBH Unikama Dr. Susianto, SH, M.Hum, CIA. (rama)
No related posts.