Ada tiga hal yang ditekankan dalam mata kuliah ini, yaitu kampus multikultural, sejarah PGRI dan anti korupsi.
Menariknya, materi ini sedikit banyak akan mengadopsi hasil disertasi dosen Unikama yang juga Ketua Pusat Penjaminan Mutu Dr. Ninik Indawati, M. Pd.
“Disertasi saya mengangkat tentang pendidikan anti ko¬rupsi di PGSD, dan rupanya hal ini menjadi dorongan bagi lembaga untuk melahirkan mata kuliah baru,” ungkap Ninik.
la menuturkan, saat ini dirinya bersama dua dosen lainnya sedang mematangkan rancangan mata kuliali baru ini.
Ninik baru saja meraih gelar doktor bidang ilmu pendidikan ekonomi dari Universitas Negeri Malang (UM), ujian disertasi digelai 2 Juli lalu ia lulus dengan predikat terpuji dan meraih IP 3,98.
Dan suatu kehormatan salah satu penguji disertasi ialah Rektor Unikama Dr. Pieter Sahertian, M.Si.
Dalam disertasinya, Ninik mengkritisi munculnya krisis karakter yang menimpa anak muda Indoncsia yang disebabkan kerusakan individu-individu masyarakat.
Karena itulah mata kuliah anti korupsi penting untuk dikembangkan khususnya di PGSD. Sebab,
lanjutnya, pendidikan anti korupsi hendaknya dimulaj dari sejak dini, dan pendidikan sejak dini ada pada tingkal pendidikan dasar.
Selain Ninik, gelar Doktor juga baru saja didapatkan oleh Dr. Susianto, SH., M.Hum.
Dosen Unikama ini menyelesaikan studi doktor dengan gemilang karena berhasil meraih nilai 4,00 dan lulus dengan predikat Cumlaude dari Program Pascasarjana Universitas Brawijaya (UB).
Dalam disertasinya, ia menyoroti kewenanga n wakil kepala daerah yang selama ini masih sangat lemah. Karena itu, muncul disharmoni anlara kepaala daerali dan wakilnya, sehingga berdampak pada konflik antara masyarakat atau antar pendukung yang berasal dari partai politik berbeda.
Judul disetasinya Rekonstruksi Pengaturan Pola Hubungan Kepala Daerah dalam Sistem Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
Selama ini wakil kepala daerah yang sudah dipilih rakyat bersama kepala daerahnya mempunyai kedaulatan tapi tidak memiliki kewenangan,” bebernya.
Karena itulah menurutnya, harus dilakukan rekonstruksi pengaturan terhadap norma yang kabur.
Karena UU no 18 tahun 1965 sampai UU nomor 23 tahun 2014 tidak mengatur wewenang wakil kepala daerah dalam menjalankan tugasnya.
Menurutnya harus dilakukan perubahan ketiga atas UU no nun 23 tahun 2014 mengenai tugas dan wewenang kepala daerah, dan pengaturan yang kabur pada pasal 66 ayat 1 UU no 23 tahun 2014 dan adanya norma yang tidak lengkap.
“Mullak diperlukan rekonstruksi pengaturan mengenai job description wakil kepala daerah yang lebih jelas, tegas dan rinci dalam peraturan untuk menciptakan keadilan politik dan kepastian hukum,” tegasnya. (empe)
No related posts.