Filsafat untuk Gen Z, Unikama Bangun Fondasi Kritis lewat Kearifan Lokal

Unikama – Suasana pagi itu seakan menjadi metafora dari fajar kesadaran yang ingin dibangkitkan, sebuah permulaan yang penuh semangat dan refleksi. Pada Jumat (26/9/2025), acara Studium Generale PKKMB 2025 mengusung tema “Berpikir Kritis dan Filosofis Berbasis Kearifan Lokal”, menandai sebuah komitmen untuk membangun fondasi akademik yang tidak sekadar mengejar ilmu, tetapi juga merenungkan hakikat pengetahuan itu sendiri.

Membuka acara tersebut, Dr. Choirul Huda, M.Si., Wakil Rektor I Unikama, menekankan pentingnya menanamkan budaya akademik yang kritis dan reflektif sejak dini. Beliau memaparkan bahwa pembentukan karakter akademik mahasiswa harus dimulai dari hari pertama mereka di kampus.

“Membangun tradisi berpikir kritis dan reflektif adalah fondasi untuk menciptakan ilmuwan dan profesional yang tidak hanya kompeten, tetapi juga memiliki kedalaman moral dan spiritual,” tegas beliau. Hal ini menunjukkan bahwa Unikama tidak ingin mahasiswanya menjadi penghafal teori, melainkan insan yang mampu merenungkan dan mengkontekstualisasikan ilmu dalam kehidupan.

Dr. Choirul Huda, M.Si., Wakil Rektor I Unikama (tengah kiri) dan Gus Dzofir Zuhry, Ketua STF Al-Farabi Malang (tengah kanan)

Kehadiran Gus Dzofir Zuhry, Ketua STF Al-Farabi Malang, sebagai narasumber utama membawa diskusi pada tingkat yang lebih dalam. Gus Dzofir memaparkan bagaimana filsafat, yang sering dianggap abstrak, justru dapat menjadi pisau bedah untuk menganalisis dinamika zaman.

“Filsafat mengajarkan kita untuk tidak menerima informasi begitu saja. Dalam konteks kearifan lokal, pendekatan filosofis memungkinkan kita menyaring nilai-nilai universal dari tradisi untuk menjawab tantangan kekinian.” tuturnya.

Dinamika acara menjadi semakin hidup dan atraktif berkat peran Engelbertus Kukuh Widijatmoko, M.Pd. sebagai moderator. Dengan gaya komunikasi yang inspiratif dan dekat dengan generasi Z, ia berhasil menjadikan diskusi tentang pemikiran para filsuf dan ilmuwan modern menjadi sesuatu yang mudah dicerna dan relevan.

“Mahasiswa perlu diajak untuk berpikir kritis, tetapi tetap berakar pada kearifan lokal. Di situlah pentingnya dialog antara ilmu pengetahuan dan tradisi,” jelas orang yang di akrab disapa Dosen Blankon ini.

Pada akhirnya, Studium Generale itu lebih dari sekadar pengantar perkuliahan; ia adalah sebuah deklarasi. Unikama, sebagai Kampus Multikultural, menegaskan komitmennya untuk membekali mahasiswa dengan kerangka berpikir yang kritis, filosofis, dan menghargai nilai budaya lokal. Melalui semangat PKKMB 2025, mahasiswa baru diharapkan tidak hanya menjadi generasi yang cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki karakter yang kuat. Mereka dipersiapkan untuk menghadapi tantangan global dengan percaya diri, sambil tetap berpijak pada identitas dan kearifan yang membentuk jati diri bangsa.