Komunikasi Mampet Picu Malpraktek Guru BK

UNIKAMA – Minimnya pemahaman tentang peran seorang guru Bimbingan Konseling (BK) bisa memunculkan malpraktek. Guru BK yang seharusnya melakukan tugas konselor tapi malah ditugaskan menjaga pintu gerbang sekolah.  ”Tugas guru BK itu bukan menjaga pintu gerbang dan jadi polisi sekolah, kalau seperti itu namanya malpraktek,” ungkap Ketua Umum Pengurus Besar Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) Prof. Dr. H. Mungin Eddy Wibowo, M.Pd. Kons. saat menjadi pembicara seminar di Auditorium Unikama, Sabtu lalu.

Hal tersebut diungkapkan guru besar Universitas Negeri Semarang (UNNES) tersebut menjawab pertanyaan peserta seminar yang juga seorang guru BK. Ia menanyakan tentang masih minimnya orang yang paham apa tugas seorang guru BK. Sehingga seringkali apa yang dilakukan di sekolah tidak mendapat dukungan dari guru bahkan kepala sekolah. Menanggapi hal tersebut, Prof Mungin menegaskan komunikasi yang baik sangat diperlukan antara guru BK dengan kepala sekolah. Jika perlu, guru BK mengkonsultasikan program yang akan dilakukannya dalam rangka layanan konseling siswa.

”Komunikasikan kepada semua orang yang ada di sekolah mengenai tugas Anda sebagai guru BK, supaya mereka ikut membantu agar peserta didik mendapatkan layanan terbaik,” pesannya.
Berkomunikasi dengan kepala sekolah, menurut Mungin, ada seninya. Karena komunikasi sangat erat kaitannya dengan budaya, maka harus tahu bagaimana cara pandang kepala sekolah tersebut, cara berfikirnya dan perilakunya.
”Pelajari dulu siapa dia, baru kemudian komunikasikan,” ujarnya.
Dalam paparannya kemarin, Mungin mengupas tentang Perspektif Konseling Multikultural dalam Masyarakat Indonesia. Selain itu, pembicara yang juga hadir adalah Prof. Dr. H. Prayitno MSc, dari Universitas Negeri Padang. Perintis dan pelopor BK di Indonesia ini mengupas tentang Konseling Multikultural yang dikaitkan dengan globalisasi.
Menurut Ketua Panitia Seminar Erik Teguh Prakoso M.Pd Kons., seminar nasional BK ini diikuti 300 peserta yang terdiri dari mahasiswa, guru BK dan pemerhati konseling. Kegiatan ini digelar dengan latar belakang ragam multikultural yang ada di Indonesia dan bagaimana BK bisa profesional menghadapi tantangan tersebut. (empe)