Ketua MK Paparkan Perlunya Konstitusi di Unikama

UNIKAMA – Kiprah Mahkamah Konstitusi yang berkaitan dengan bidang pendidikan di Indonesia sangat diperlukan, khususnya jalur penegakan konstitusi. Ada banyak hal terkait pendidikan yang perlu diperbaiki dalam pelaksanaan di lapangan, seperti alokasi dana pendidikan di lapangan sebagaimana diamanatkan konstitusi sekitar 20 persen, namun dalam pelaksanaannya jauh dibawah itu.

Selain itu, kriminalisasi terhadap guru karena caranya yang dinilai melanggar hukum, seperti menyentil, memukul untuk mendidik, dan lainnya. Padahal hal tersebut sebenarnya tak perlu dipermasalahkan.

Hal ini disampaikan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK RI), Dr. Anwar Usman, SH, MH, saat mengisi kuliah umum bertemakan “Konstitusi dan Tujuan Pembangunan yang Berkelanjutan Harmonisasi dalam Pendidikan,” di Aula Sarwakirti Universitas Kanjuruhan Malang  (Unikama), kemarin

Dalam paparannya, Anwar mengungkapkan, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara harus berpatokan pada konstitusi. Termasuk kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan. Untuk itu, dirinya tak segan-segan mengatakan hal itu melanggar jika memang melanggar atau inkonstitusional.

“Seperti dulu misalnya anggaran pendidikan itu hanya 11 koma sekian persen dari APBN dan APBD, padahal seharusnya dalam konstitusi 20 persen. Maka kami harus meluruskan dibagian itu. Begitu pula masyarakat yang menemukan ada hal yang tidak sesuai, bisa melapor,” tegasnya.

Selain itu, pria yang sebelumnya menjabat Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi selama 14 Januari 2015 hingga 1 April 2018 ini, sangat tertarik menyikapi kriminalisasi guru. Menurutnya, kriminalisasi itu seolah menyalahkan guru atas perbuatan yang fatal sebagaimana perbuatan kriminal. Padahal tujuan guru tersebut sebagai pembinaan pendidikan karakter siswa di masa depan.

“Dengan kriminalisasi itu kan maknanya guru jadi tertuduh, padahal tidak melakukan apa-apa tapi harus dikriminalkan. Beda kasus kalau si pelakunya ini melakukan tindakan kriminal sebagaimana hukum pidana,” terangnya.

Diyakininya, perbuatan guru menjewer atau memukul siswa dengan penggaris karena siswa tidak disiplin, bukan tindakan kriminal. Melainkan bentuk pembelajaran kepada siswa. Anwar menyatakan, banyak pengetahuan tentang konstitusi di Indonesia dan bagaimana selama ini konstitusi berhasil menjadi acuan para pemimpin negeri dalam menjalankan tugas negara.

“Saya dulu juga guru, yang seperti itu wajar. Yang tidak boleh itu kan kalau misal sampai berdarah-darah gitu. Saya yakin tujuannya kalau sebatas itu ya untuk mendidik demi masa depan siswa sebagai pemimpin bangsa,” ungkapnya.

Pria kelahiran Bima, NTB, 31 Desember 1956 ini mengatakan, ada 3 aspek upaya penegakan hukum, yaitu struktur hukum, subtansi hukum, dan keputusan hukum. “Tujuan dibuat undang-undang agar tidak bertentangan dengan hukum. Namun, semua kembali kepada aparat pelaksananya. Jika dilaksanakan dengan benar oleh aparatnya, maka hasil hukumnya benar. Sebab putusan hukum itu titik tekannya pada isi hukum yang mengandung kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Harus tercapai ketiganya, namun sulit dalam pelaksanaannya. Dan yang utama adalah keadilan,” tandasnya.

Sementara itu, Rektor Unikama Dr. Pieter Sahertian, M.Si, menyebutkan, ada banyak pengetahuan dan wawasan baru yang didapatkan mahasiswa, khususnya terkait konstitusi di Indonesia. Dan bagaimana pula konstitusi berhasil menjadi acuan para pemimpin negeri dalam menjalankan tugas negara. Menurutnya, kegiatan ini menjadi bagian sosialisasi MK kepada masyarakat kampus di Indonesia.

“Konstitusi akhir-akhir ini kurang mendapat perhatian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Terkait pendidikan, konstitusi dapat menjadi materi dalam kurikulum pada mahasiswa hukum, PPKN, Pancasila, dan mata kuliah lainnya. Karena semua aturan itu kan bersumber pada konstitusi, utamanya UUD 1945 dan Pancasila. Seperti dalam pengenalan mahasiswa baru, yaitu Jati Diri Unikama. Konstitusi tersebut kembali kami perkenalkan, dengan penyesuaian lingkungan kampus. Sehingga mahasiswa bisa memahami betapa pentingnya menerapkan konstitusi dalam kehidupan mereka,” tandas Pieter. (mm)